1.
Pendahuluan
Di era globalisasi dewasa ini, perlindungan
hak kekayaan intelektual (HKI)
menjadi sangat penting, karena perlindungan
HKI erat kaitannya dengan perdagangan global di tingkat internasional.
Perlindungan HKI menjadi isu yang menarik dan menonjol dalam hubungan ekonomi
internasional, disebabkan beberapa faktor yaitu terciptanya pasar global
sebagai akibat perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi, meningkatnya
intensitas dan kualitas riset serta pengembangan inovasi yang diperlukan untuk
menghasilkan dan mengembangkan suatu produk baru. Faktor-faktor tersebut
dibarengi pula dengan kenyataan bahwa beberapa teknologi baru tentu tidak
secara tepat dapat dimasukkan dalam salah satu bentuk perlindungan HKI yang ada,
sedangkan sebagai akibat berkembangnya teknologi yang murah dalam
bidangpengadaan, pengambilalihan maupun pembajakan, maka banyak bentuk HKI atau
produk-produk yang dihasilkannya menjadi lebih mudah dibajak dan ditiru.1
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu
bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat diabadikan
keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum suatu bangsa itu
efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun,
sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat
dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi. Kondisi ini tentu
berlaku pula bagi Indonesia sebagai sebuah negara yang sedang giat-giatnya
melakukan pembangunan ekonomi. Apalagi, tatkala Indonesia menyatakan diri dalam
konstitusinya sebagai negara hukum (rechtstaat).
Dari sini tersirat pula bahwa Indonesia
menghendaki dua hal; Pertama, hukum diharapkan dapat berfungsi; Kedua, dengan
hukum dapat berfungsi, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk
direalisasikan. Sejalan dengan pemikiran ini, kalu dikaji dari sisi politik
hukum acapkali pembentukan hukum, khususnya hukum ekonomi tak selalu sinkron
dengan harapan-harapan tersebut. Sebagi faktor yang menjadi pemicu tidak adanya
kesinkronan ini karena banyak kepentingan yang berkembang di seputar
pembentukan hukum. Kasus riil yang terjadi adalah dalam pembentukan hukum Hak
Cipta.
Oleh karena itu, penting dipahami bagian yang
mana semestinya segera dilakukan pembentukan hukum hak cipta guna merubah
orientasi dari hukum hak cipta itu sendiri agar lebih banyak memiliki dimensi
kepentingan nasional. Berikut dalam artikel ini akan dicoba dikemukakan
beberapa analisis terhadap permasalahan tersebut.
TRIPs sebagai “Sumber Hukum Nasional” dalam
UU Hak Cipta
Globalisasi ekonomi akhirnya berimbas juga
pada globalisasi hukum. Hal ini dapat dituntut salah satunya melalui
keikutsertaan Indonesia terhadap forum GATT/WTO. Perlu diketahui ketika
Indonesia meratifikasi Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia (
Agreement Establising the World Trade Organization) melalui UU No. 7 Tahun
1994, maka seketika itu pula Indonesia sudah masuk kepada apa yang disebut
dengan “globalisasi”. Globalisasi di sini menurut Antonio Giden dalam bukunya
The Runway World merupakan globalisasi yang masuk pada setiap aspek kehidupan
manusia, baik ekonomi, politik bahkan sampai budaya.
Dari sisi hukum tentu keikutsertaan Indonesia
dalam forum GATT/WTO akhirnya melahirkan istilah yang disebut “Globalisasi
Hukum’. Betapa tidak, dengan Indonesia meratifikasi Persetujuan Pendirian
Organisasi Perdagangan Dunia beserta lampirannya hal ini berarti Indonesia
wajib dan harus komit terhadap pelaksanaan GATT/WTO sendiri. Komitmen Indonesia
diwujudkan dalam bentuk melakukan upaya harmonisasi hukum nasional dengan hukum
internasional yang ada dalam forum GATT/WTO. Persetujuan WTO (WTO Agreement),
termasuk di dalamnya Persetujuan mengenai Pembentukan WTO, mencakup;
a.
|
persetujuan multilateral di bidang
perdagangan barang (popular dengan sebutan GATT 1994), yang terdiri dari
berbagai teks persetujuan;
|
b.
|
persetujuan umum di bidang perdagangan jasa
( General Agreement on Trade in Services = GATS );
|
c.
|
persetujuan mengenai perdagangan dalam
kaitannya dengan aspek hak atas kekayaan intelektual ( Agreement on Trade
Related Aspects of intellectual Property Rights = TRIPs);
|
d.
|
kesepakatan mengenai tata tertib aturan dan
prosedur penyelesaian sengketa (understanding on Rules and Prosedures
Governing the Settlement of Disputes DSB);
|
Adapun perundang-undangan yang mengaturnya
adalah: 1). Undang-undangNomor 12 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, 2). UU No. 13/1997 dan UU No. 14/2001 tentang Paten,
3). UU No. 14/1997 dan UU No. 15/2001 tentang Merek, 4). UU No. 30/2000 tentang
Rahasia Dagang, 5). UU No. 31/2000 tentang Desain Industri, 6). UU No. 32/2000
tentang Tata Letak Sikuit Terpadu, 7). UU No. 20/2000 tentang Varietas Tanaman,
8). PP No. 16/1997 tentang Waralaba (Franchise), 9). UU No. 5/1999 tentang Anti
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, 10). UU No. 8/1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
2.
Landasan Teori
Hak cipta adalah hak eksklusif
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak
untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang
hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.2
Hak kebendaaan yang sempurna dan hak kebendaan yang
terbatas. Hak kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang
memberikan kenikmatan yang sempurna bagi si pemilik. Selanjutnya untuk
hak yang demikian dinamakannya hak kemilikan. Sedangkan hak kebendaaan terbatas
adalah hak yang memberikan kenikmatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika
dibandingkan dengan hak milik. Artinya hak kebendaaan terbatas itu tidak penuh
atau kurang sempurnanya jika dibandingkan dengan hak milik.3
Hak kekayaan immateril adalh suatu hak kekayaan yang
objek haknya adalah benda tidak berwujud. Dalam hal ini yang dapat dijadikan
objek hak kekayaan yang termasuk dalam cakupan benda tidak bertubuh, seperti:
hak tagihan, hak yang ditimbulkan dari penerbitan surat-surat berharga, hak
sewa dan lain-lain.
Hak cipta adalah hak
eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan
"hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.
Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual,
namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya
(seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
3. Pembahasan
3.1 Pengaturan HKI dalam Hukum Internasional dan Hukum Positif Indonesia
1.
Pengaturan HKI dalam Hukum
Internasional
Dua dasa terakhir menjelang berakhirnya abad ke-20
negara-negara maju menghendaki pengelolaan perlindungan hak kekayaan
intelektual dibawah naungan GATT dengan alasan WIPO dianggap lemah dalam
memberikan perlindungan hak kekayaan intelektual warga negara dari
negara-negara maju. Hal ini dilakukan dengan memasukkan permasalahan hak
kekayaan intelektual dalam agenda sidang Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang
dimulai tahun 1986. Dengan disetujuinya Putaran Uruguay di Marakest tanggal 1
Januari 1994, yang mana dalam Putaran Uruguay tersebut salah satunya terdapat
persetujuan mengenai hak kekayaan intelektual yaitu Trade Related Intellectual Property
Rights-TRIPs Agreement. Persetujuan TRIPs ini melengkapi perjanjian-perjanjian HKI
yang sudah ada sebelumnya dan sekaligus pengelolaan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual secara internasional dikelola oleh World Trade Organization (WTO).
Secara garis besar ciri-ciri pokok persetujuan TRIPs
pada dasarnya berkisar pada tiga hal :4
1.
|
Persetujuan ini berbicara mengenai norma dan standar;
|
2.
|
Persetujuan TRIPs menetapkan kesesuaian penuh (full compliance)
terhadap perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual sebagai persyaratan
minimal (Konvensi Paris, Konvensi Bern dan Traktat Washington);
|
3.
|
Persetujuan TRIPs memuat ketentuan mengenai
penegakan hukum yang ketat berikut mekanisme penyelesaian perselisihan atau
sengketa yang diikuti dengan hak negara yang dirugikan untuk mengambil
tindakan balasan dibidang perdagangan secara silang.
|
HKI yang terdiri dari ciptaan dan kekayaan industri,
semuanya diperdagangkan secara lintas negara, dengan kondisi ekonomi berupa
globalisasi ekonomi. Pada tahun 1980’an pengaturan HKI berbeda-beda disetiap
negara. Akibat hukum, yang terjadi adalah hadirnya perbedaan-perbedaan dari
satu Negara dengan negara yang lain, sehingga ini semuanya berakibat
kerugian-kerugian dalam dunia perdagangan internasional. Sengketa internasional
berkaitan dengan HKI sangat meningkat, itulah sebabnya WTO merancangkan dan
menyetujui yang dinamakan TRIPs.
2. Pengaturan HKI dalam
Hukum Positif Indonesia
Dalam sejarah
perundang-undangan nasional Indonesia di bidang HKI, yaitu yang mengatur
mengenai hak cipta, paten dan merek sudah diatur sejak jaman Belanda dahulu dan
diperbaharui, diamati dan seterusnya. sehingga hal itu merupakan suatu kekayaan
intelektual, kelompok kekayaan intelektual yang sifatnya tentunya mempunyai
nilai kekayaan yang sudah konvensional. Ada wajah-wajah baru yang sedang atau
sudah diatur oleh perundang-undangan nasional kita ini. Yaitu perlindungan
varietas tanaman, rahasia dagang, disain industri, dan desain tata letak
sirkuit terpadu.
Disahkan oleh
pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 dengan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 No. 57, Tambahan Lembaran Negara No. 3817.
Dalam rangka
mengantisipasi era global, beberapa perjanjian internasional yang telah
diratifikasi oleh Pemerintah RI diantaranya:
1.
|
Keppres No. 15
Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979 tentang
Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan
Convention the World Intellectual Organization.
|
2.
|
Keppres No. 16 Tahun 1997 tentang
Pengesahan Paten Corporation Treaty (PCT) and regulation under the
PCT.
|
3.
|
Keppres No. 17 Tahun 1997 tentang
Pengesahan Trademark Law Treaty.
|
4.
|
Keppres No. 18 Tahun 1997 Tentang
Pengesahan Bern Convention for The Protection of Literary and artistic
Works.
|
5.
|
Keppres No. 19
Tahun 197 tentang Pengesahan WIPO Copy Rights Treaty.
|
Dalam rangka mengantisipasi era global, Indonesia menyesuaikan
aturanaturan yang berhubungan dengan HKI diantaranya:
1.
|
Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
|
2.
|
Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
|
3.
|
Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
|
4.
|
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
|
5.
|
Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
|
6.
|
Undang-Undang RI No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
|
7.
|
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
|
3.2
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
(HKI) DALAM ERA GLOBALISASI
1. Pengertian
Globalisasi
Menurut James Petras,
adalah:6 Istilah globalisasi di serap oleh dunia akademik, produksi, dan reproduksi maknanya berlangsung
semakin intensif.
Dengan
berjalannya waktu produksi dan reproduksi makna tersebut telah membentuk benang
kusut yang semakin diurai dan menurut Peter Mercuse hal itu sangat berbahaya
karena di dalamnya tersembunyi kepentingan ideologis tertentu.
Kata Globalisasi
adalah kata yang senantiasa masih membingungkan serta menghadirkan beberapa
problem penafsiran bagi para ahli terutama di
bidang ilmu-ilmu sosial. Bagi seorang ekonom istilah globalisasi umumnya
didefinisikan sebagai bentuk aktivitas perusahaan multinasional yang melakukan
penerimaan modal secara langsung serta pengembangan jaringan bisnis melintasi
batas-batas nasional.
Sedangkan bagi
seorang sosiolog seperti halnya Anthony Giddens, menganggap terminologi
globalisasi dari segi ekonom tersebut dianggap terlalu sempit. Para sosiolog
mempercayai bahwa globalisasi begitu multi dimensional, sebuah pemahaman yang
sangat kompleks baik ekonomi, politik, kultural, teknologi. Globalisasi telah
menciptakan problem tatanan masyarakat modern, budaya, politik di hampir di
seluruh penjuru dunia. Kehadiran perusahaan multinasional dengan karakter yang berbeda
di negara tuan rumah telah menghadirkan berbagai persoalan yang pada akhirnya
memerlukan harmonisasi misalnya terhadap masalah kultur di negara yang
ditempati.
Dengan demikian
globalisasi identik dengan keterbukaan dalam arus keuangan, teknologi informasi,
dan tenaga kerjasama hal nya dengan proses pengintegrasian ekonomi nasional
kepada sistem ekonomi dunia yang didasarkan pada perdagangan bebas.
Dari
segi ekonomi, maka globalisasi yang terjadi juga telah membawa dunia ini dalam
tatanan ekonomi global yang mempunyai ciri-ciri :
1.
|
Borderless artinya,
bahwa batas-batas negara memang masih ada serta dapat disaksikan secara nyata
namun demikian batas-batas ekonomi menjadi tidak nampak lagi, begitu mudahnya
transaksi ekonomi terjadi antar negara.
|
2.
|
Rapid change,
perubahan yang begitu cepat terutama dalam hal informasi, semua itu
disebabkan temuan-temuan di bidang teknologi yang memudahkan melakukan
transaksi serta komunikasi antar negara.
|
3.
|
Hard competition,
persaingan yang begitu ketat antar pelaku usaha. Persaingan adalah sesuatu
yang biasa terjadi dalam kegiatan bisnis, namun di era ini persaingan menjadi
ajang untuk memenangkan kompetisi dengan berbagai cara. Persaingan tidak
hanya terjadi antar sesama pelaku usaha di dalam satu area (dalam negeri)
tetapi juga antara pelaku usaha lokal dengan pelaku usaha asing, antara
pelaku usaha asing dan sebagainya. Dengan demikian persaingan diikuti oleh
berbagai komponen pelaku bisnis.
|
4.
|
Standardization,
perdagangan antar negara cenderung dilakukan dengan berbagai standar
internasional terhadap komoditi tertentu.
|
5.
|
Global strategy,
umumnya perusahaan multinasional melakukan teknik global strategy, artinya,
mereka membuat standar yang sama untuk produk, harga, servis.
Tapi tidak jarang juga dilakukan multi domestik strategi, yaitu bentuk
penyesuaian terhadap budaya lokal dalam berbagai hal.
|
2.
Perlindungan HKI dalam
Era Globalisasi
Hak kekayaan
intelektual ini merupakan hasil olah fikir atau kreatifitas manusia yang
menghasilkan suatu ciptaan di bidang seni, sastra, ilmu pengetahuan, serta
teknologi di dalamnya. Yang mempunyai manfaat ekonomi, jadi penting sekali karena
suatu invensi yang tidak mempunyai manfaat ekonomi itu tidak dapat dikatakan
sebagai suatu (intellectual property). HKI ini kalau kita lihat dari suatu petikan
berita yang termuat di dalam Washington Post, yang mengatakan,
”if there is one lesson
in the past half century of economic development it is that resources do not
power economic, human resources do” 6
HKI itu merupakan suatu
human resources dan sangatlah penting oleh karena di dalam abad globalisasi
ekonomi sekarang ini, HKI merupakan suatu new
paradigm yang sangat penting kita kuasai. New paradigm di dalam suatu globalisasi ekonomi yang sangat
kompetitif, dan perlu kita ketahui supaya kita dapat memanfaatkan HKI ini bagi
bisnis kita. Sehingga dapat diketahui arti penting perlindungan dari HKI dalam
era globalisasi adalah :
1.
Hak Alamiah
Artinya apabila seseorang telah menuangkan skill kemampuan, tenaga, pikiran,
biaya, untuk berkreatifitas menciptakan atau menemukan sesuatu yang bermanfaat
untuk kepentingan bersama, maka sudah sewajarnya diberikan perlindungan atas
karyanya tersebut. Contoh: sudah susah payah mencipta lagu, buku, program
komputer, sewajarnya diberikan perlindungan yang memadai.
2. Perlindungan Atas Reputasi
Reputasi badan usaha dibangun di atas biaya yang sangat mahal dan membutuhkan
waktu lama (Coca-cola butuh waktu ratusan tahun untuk terkenal, berapa biaya
yang sudah dikeluarkan?) sehingga wajar kalau dilindungi agar mereknya tidak
dipakai begitu saja oleh orang lain tanpa ada aturan mainnya.
3. Mendorong dan Menghargai Reputasi
Seseorang yang telah susah payah menuangkan skill, kemampuan biaya, waktu
dan tenaga untuk berkreatifitas pantas mendapat perlindungan. Dengan demikian si
pencipta, penemu, pengarang, atau yang lain dihargai eksistensi dan reputasinya.
4. Meningkatkan gairah mendipta, penemuan
Apabila seorang pencipta lagu mendapat jaminan perlindungan hak cipta
atas lagunya (tidak dibajak, atau kalau dibajak juga akan ditangani dengan
penegakan hukum yang baik) maka pencipta lagu tersebut akan bergairah
menciptakan lagu berikutnya, begitu juga seorang pengarang buku, seniman lain.
5. Fair Competition
Persaingan adalah wajar dalam sebuah bisnis dengan diberikannya perlindungan
HKI maka masing-masing pihak akan memahami hak dan kewajibannya serta menyadari
risiko apa yang akan dialami apabila melakukan pelanggaran HKI pihak lain
sehingga mendorong terjadinya persaingan yang wajar sesama pelaku.
Hak kekayaan intelektual atau Intellectual
Property Right ini sebagai suatu hak eksklusif, isinya perlu dilindungi dengan
maksud, yaitu memberikan penghargaan kreativitas pelaku HKI, merangsang orang
lain untuk lebih lanjut dapat mengembangkan hingga dengan sistim hak kekayaan
intelektual kepentingan masyarakat
ditentukan melalui sistem pasar. Dan sistem HKI ini menunjang diadakannya
sistem dokumentasi yang baik atas segala kreativitas intelektual manusia hingga
hasil karya atau teknologi sama, dapat dihindari.
Hak kekayan intelektual ini perlu dilindungi, yaitu hak milik industri
yang meliputi penemuan dalam bidang teknologi berupa, hak cipta, merek, desain industri,
desain tata letak terpadu, rahasia dagang serta varietas tanaman, kesemuanya
harus diberikan pengakuan serta penghargaan dan perlindungan hukum.
3. Prinsip dasar perlindungan hukum pada Hak
Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak yang timbul dari adanya kretifitas
manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan pada
kehidupan manusia. Istilah lain dari HKI adalah Hak Milik Intelektual, di mana
kata “milik” lebih tepat dari pada istilah “kekayaan”. Apabila diperhaitkan dalam
sistem Hukum Perdata Indonesia pada hukum harta kekayaan terdiri dari dua
bagian yaitu hukum perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata) dan hukum benda (Pasal
499 KUH Perdata).
Di dalam praktek dari pada HKI ini, HKI ini digolongkan dalam dua kelompok
yang besar, yang pertama adalah hak cipta, kemudian hak industri. Hak cipta itu
sendiri mendominasi yaitu kekayaan-kekayaan intelektual yang berupa ciptaan-ciptaan.
Dan pada akhir-akhir ini ada yang dinamakan dengan hak terkait. Ciptaan-ciptaan
yang diatur oleh kekayaan intelektual dalam segi yuridis, yaitu: buku, program
komputer, semua ciptaan-ciptaan yang dilindungi oleh kekayaan intelektual.
Bentuk itulah yang mempunyai banyak aspek-aspek bisnis yang perlu kita
perhatikan. Hak terkait inilah yang sekarang banyak dipermasalahkan. Jadi dinamakan
pelaku, siapa itu (ber power), katakan saja seorang performer yang banyak
menimbulkan kontroversi yaitu Inul. Inul-Inul mempunyai hak terkait dari suatu
ciptaan dimana dia dikatakan sebagai performer selain dari pada pelaku adapula
produser rekaman, dengan CD, VCD bajakan dan sebagainya. Mereka mempunyai suatu
hak yang dinamakan hak cipta yang dalam bentuk perwujudannya adalah yaitu CD,
VCD dan sebagainya. Dan selain itu lembagalembaga penyiaran. Kemudian golongan
kedua yang terbesar yaitu hak kekayaan industri, terdiri dari pada paten,
merek, rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu dan
yang terakhir varietas tanaman.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa perundang-undangan nasional kita kelak
kemudian hari akan mengatur secara lebih lanjut katakan tentang geography indication,
atau indikasi geografi. Atau hak terkait yang diatur dalam suatu undang-undang
tersendiri lagi. Jadi ini masih akan terus berkembang. Sekarang tergantung
sekali lagi pada pelaku bisnis, dimana kekayaan intelektual yang kita punyai.
Apakah di kayu jati misalkan, seni pahat, ITB sebagai seorang pelaku yang
mempunyai seni pahat yang harus dilindungi, silahkan. Dan ini bisa kita komersilkan
untuk dimanfaatkan karena mempunyai suatu manfaat ekonomi.
Hak kekayaaan intelektual atau intellectual property, itu tersebar pada ilmu
pengetahuan, seni, sastra dan teknolgi. Kesemuanya diciptakan dengan pengorbanan
waktu, tenaga dan pikiran dari si pencipta, ini semuanya untuk menjadikan
ciptaan yang dihasilkan memiliki nilai, dapat menimbulkan manfaat ekonomi,
menimbulkan suatu konsep kekayaan bagi suatu dunia usaha, adalah berupa suatu
aset perusahaan.
Yang jadi permasalahan
di negeri kita sampai sekarang ini adalah, yaitu soal penegakan hukum dari pada
kekayaan-kekayaan intelektual ini. Tentunya penegakan hukum ini kalau kita
lihat dalam praktik kita sehari-hari masih menimbulkan keprihatinan. Ini tidak
lepas oleh karena budaya menghargai ciptaan orang lain dikalangan masyarakat
Indonesia masih belum ada. Selain itu perlu
adanya sosialisasi, penyebarluasan pemahaman di kalangan masyarakat luas dan
penegak hukum, meningkatkan fungsi pencegahan atau preverence perundang-undangan
HKI. Dan hukum positif kita memang sudah memberikan landasannya dengan berbagai
macam perundang-undangan, yaitu:
1.
Hak Cipta ( UU No. 19 Tahun 2002 )
Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal
1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2002).
2.
Paten ( UU No. 14 Tahun 2002 )
Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Investor atas hasil Investasinya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Investasinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. (Pasal 1 angka 1 UU No. 14 Tahun 2002).
3.
Merek ( UU No. 15 Tahun 2001 )
Merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun
2001).
4.
Desain Industri ( UU No. 31 Tahun 2000
)
Desain Industri adalah
suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau
garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan. (Pasal 1 angka 1 UU No. 31 Tahun 2000).
5. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No.
32 Tahun 2000)
Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah
jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari
elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan
serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang
dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. (Pasal 1 angka 1 UU No. 32
Tahun 2000).
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari
berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen
aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan
peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit
Terpadu. (Pasal 1 angka 1 UU No. 32 Tahun 2000).
6. Rahasia Dagang (UU No. 30 Tahun 2000).
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik Rahasia Dagang. (Pasal 1 angka 1
UU No. 30 Tahun 2000).
7. Perlindungan Varietas Tanaman (UU No. 29
Tahun 2000).
Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan
khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan
pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap
varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan
pemuliaan tanaman. (Pasal 1 angka 1 UU No. 29 Tahun 2000).
4. Kesimpulan
1.
|
Hak kekayaan intelektual (HKI) telah diatur dalam
peraturan perundangan bidang HKI. Baik dalam hukum internasional maupun hukum
positif Indonesia di bidang HKI. Pengaturan HKI dalam Hukum Internasional
tercantum dalam TRIPS, Patent Cooperation Treaty (PCT) dan perjanjian
internasional lainnya di bidang HKI. Dalam rangka mengantisipasi era global,
Indonesia menyesuaikan aturanaturan yang berhubungan dengan HKI diantaranya:
UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; UU No. 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang; UU RI No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; UU No. 14
Tahun 2001 tentang Paten; UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek; UU No. 18 Tahun
2002 tentang Hak Cipta.
|
2.
|
Dalam era globalisasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
atau Intellectual Property Right ini sebagai suatu hak eksklusif, isinya
perlu dilindungi dengan maksud, yaitu memberikan penghargaan kreativitas
pelaku HKI, merangsang orang lain untuk lebih lanjut dapat mengembangkan
hingga dengan sistim hak kekayaan intelektual untuk kepentingan masyarakat.
|
Daftar Pustaka
Saidin
, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Saidin
, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Undang-Undang No 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Lampiran
1 Zainudin Jahisa, Peran Jaksa dalam penegakan Undang-Undang
Dasar Industri dan
Merek, (Surakarta,
2002), hal.2.
3 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,
BPHN – Alumni, Bandung,1983, hal 43.
5Budi Santoso, Butir-butir
Berserakan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Desain
Industri),
(Semarang: Mandar Maju, 2005), hal. 282.
6 www.washingtonpost.com