Menghadapi
masalah depresi dan pengangguran yang begitu hebat, kaum sosialis di
negara-negara Barat mengatakan bahwa kesalahannya terletak pada sistem
perekonomian itu sendiri, yaitu sistem laissez faire atau liberalisme atau
kapitalisme. Selama kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada
para rodusen swasta yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar keuntungan mereka
pribadi, maka depresi, pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi
penyakit perekonomian yang menghantui Kita dan waktu ke waktu.
Penyakit-penyakit ini adalah konsekuensi logis dan sistem kapitalisme. Mereka
(kaum sosialis) mengusulkan perombakan sistem perekonornian menjadi sistem sosialis,
yaitu sistem di mana faktor-produksi tidak lagi bisa dirniliki oleh pengusaha
swasta, tetapi hanya bisa dimiliki oleh negara (masyarakat). Semua kegiatan
produksi dikuasai negara, yang dalam teori paling tidak, mengutamakan
kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar
keuntungan bukan lagi sebagai motif utama untuk menggerakkan produksi (seperti
dalam sistem kapitalis).
“Obat”
semacam ini ternyata dianggap terlalu drastis, dan orang-orang di negara-negara
Barat yang sudah begitu lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak banyak
yang bisa menerimanya. Mengubah sistem semacam itu berarti mengubah cara hidup
dan ke biasaan hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Tentunya ada
“obat” yang tidak terlalu pahit yang bisa menolong sistem perekonomian mereka.
Keynes ada pada posisi yang unik dalam se jarah pemikiran ekonomi Barat, karena
pada saat-saat krisis ideologi semacam itu ia bisa menawarkan suatu pemecahan
yang merupakan “jalan tengah”.
Keynes
mengatakan bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut,
orang harus bersedia meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang
terkandung dalam pemikiran Klasik. Tidak bisa tidak, demikian Keynes,
Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan yang aktif dalam
mengendalikan perekonomian nasional. Pendapat bahwa peranan Pemerintah dalam
kegiatan ekonomi harus seminimal mungkin sehingga tidak merongrong hak asasi
manusia, kebebasan berusaha dan mengabdikan pada bekerjanya “natural laws”,
haruslah ditinggalkan atau pling tidak diubah. Keynes berpendapat bahwa
kegiatan produk dan pemilikan faktor-faktor produksi, masih tetap bisa
dipercayakan kepada pengusaha swasta, tetapi sekarang pemerintah wajib
melakukan kebijaksanaan yang aktif untuk mempengaruhi gerak perekonomian.
Dalam
masa depresi misalnya, Pemerintah harus bersedia (atau diperbolehkan) untuk
melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatan yang langsung bisa menyerap
tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan di sektor swasta, meskipun
hal itu hanya bisa dilaksanakan dengan mengakibatkan defisit di anggaran
belanja negara. (Perlu ditekankan di sini bahwa pada waktu itu sistem anggaran
beda yang seimbang adalah satu-satunya sistem yang dianggap terbaik bidang
pengelolaan keuangan negara). Sebaliknya, bila terjadi inflasi yang disebabkan
karena permintaan masyarakat akan barang barang/jasa melebihi apa yang bisa
diproduksikan dengain kapasita yang ada, Pemerintahpun harus bersedia
mengurangi pengeluarannya sehingga terjadi surplus dalam anggaran belanjanya.
Surplus anggaran ini bisa merupakan rem bagi permintaan masyarakat yang
berlebihan tadi. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Pemerintah harus
bersedia melakukan kebijaksanaan secara aktif dan sadar. Keynes tidak percaya
akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengkoreksi diri sendiri,
yaitu untuk kembali kepada posisi “full employment” secara otomatis. Full
enployment merupakan sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan
terencana, dan bukan sesuatu yang akan datang dengan sendirinya. Inilah inti
dan ideologi Keynesian isme.
PASAR
BARANG
Kemungkinan
Kelebihan Produksi. Keynes menolak Hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi
secara umum bisa terjadi. elebihan permintaan ini terjadi bila permintaan masyarakat
akan barang-barang/jasa tidak cukup kuat. Demand yang ada tidak cukup untuk
menyerap supply yang ditawarkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada asasnya
Keynes masih menerima pendapat Say bahwa setiap proses produksi mempunyai
akibat ganda, yaitu menghasilkan output dan menghasilkan pen ghasilan kepada
masyarakat sebesar nilai output tersebut.
Dengan
demikian pada suatu waktu tertentu daya beli memang tersedia dalam jumlah yang
cukup di masyarakat untuk “membeli” barang/jasa yang diproduksikan. Tetapi daya
beli yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak selalu harus sama dengan daya
beli yang betul-betul dibelanjakan oleh masvarakat di pasar barang. Dengan kata
lain, sebagian dan daya beli tersebut mungkin betul-betul diterjemahkan menjadi
permintaan efektif di pasar barang. Tetapi sebagian lain dan daya beli tersebut
mungkin akan ditabung oleh masyarakat. Menabung tidak menambah permintaan
efektif di pasar barang. Jadi tidak seluruh penghasilan (daya beli) yang
diperoleh masyarakat secara langsung diter jemahkan menjadi permintaan efektif.
Di sinilah Keynes berbeda dengan Say. Say mengatakan bahwa seluruh penghasilan
tersebut akhirnya akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif, dus tidak akan
ada kekurangan permintaan efektif, dan tidak mungkin ada kelebihan produksi
secara menyeluruh.
Untuk
menerangkan pendapat Keynes secara lebih jelas kita anggap hanya ada dua
sektor: sektor rumah-tangga dan sektor pro dusen. Keynes mengatakan bahwa
sebagian dari penghasilan yang tidak dibelanjakan oleh sektor rumah-tangga
(yaitu yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan) tidak menimbulkan
permintaan efektif. Hanya apabila daya beli yang ditabung tersebut dipinjamkan
oleh lembaga keuangan kepada sektor produsen untuk membiayai “investasi”
mereka, maka daya beli tersebut berubah menjadi permintaan efektif di pasar
barang. (Kita ingat bahwa “investasi” di artikan sebagai pembelian
barang-barang oleh para produsen untuk keperluan penambahan stok di gudang
mereka dan untuk keperluan perluasan kapasitas produksi mereka, yaitu pembelian
mesin-mesin, pembangunan gedung-gedung dan sebagainya). Jadi jelas bahwa pada
suatu waktu tidak ada jaminan bahwa seluruh daya beli yang ditabung tersebut
akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif d pasar barang. Semuanya mi tergantung
kepada apakah para pr dusen mau mempergunakan daya beli yang ditabung pada
Iembag lembaga keuangan tersebut untuk pembelian barang-barang (inve tasi).
Kalau misalnya para produsen hanya mau mempergunakai separoh dan tabungan
tersebut, maka ini berarti bahwa permintaa,’ efekt di pasar barang berjumlah
kurang dan nilai dan seluruh out put yang ditawarkan di pasar tersebut, Dengan
lain kata, tida semua barang yang diproduksjkan akan terbeli (jadi ada ke1ebiha
produksi umum).
Apa
yang terjadi kemudian bila tidak semua barang yang diproduksikan dalam suatu
periode (misalnya, triwulan) bisa terbeli? ada dua akibat yang bisa terjadi.
- Pertama, para produsen akan nengu rangi produksi mereka
untuk periode berikutnya. Jadi, GDP dalani triwulan berikutnya turun.
- Kedua, dan ini bisa terjadi bersamaan dengan akibat pertama
tersebut, harga-harga barang turun. Sesuat dengan hukum penawaran dan
permintaan biasa, bila permintaan lebih kecil dan penawaran, maka harga
cenderung untuk turun.
Sampai
berapa jauh kekurangan perrnintaan efektif akan meng akibatkan turunnya GDP
(dalam periode berikutnya) dan sampai berapa jauh akan menurunkan harga, sangat
tergantung khususnya pada apakah harga-harga barang cukup fleksibel ke bawah
(yaitu bisa turun). Dalam kenyataan memang ada barang yang harganya sulit untuk
turun, meskipun ada kelebihan produksi. ( yang harga jualnya ditentukan atas
dasar biaya pro duksi biasanya tidak mau turun, meskipun terjadi kelebihan pro
duksi barang-barang tersebut). Kalau demikian halnya, maka kekurangan
permintaan efektif tersebut akan lebih banyak mengakibatkan penurunan produksi
(GDP) dalam periode beri kutnya.
Apabila
seandainya harga-harga cukup fleksibel ke bawah. maka harga-harga akan turun
cukup jauh, sehingga permintaan akan barang-barang tersebut mulai naik kembali.
(Ingat hukum permintaan biasa, yang mengatakan bahwa kalau harga sesuatu barang
turun maka jumlah yang dirninta naik). Jadi kalau harga cukup flek sibel maka
penurunan produksj (GDP) pada periode berikutny tidak akan sebesar kalau
harga-harga tidak mau turun. Jadi, lebih s dikit orang-orang yang dipecat dan
pekerjaan mereka (yaitu, Ieh sedikit akibat penganggurannya) Perlu ditekankan
lagi di sini bahw rnekanisme atau proses penyesuaian dengan harga yang
fleksibel inilah yang terlalu diandalkan oleh kaum Kiasik, sehingga mereka
percaya bahwa kalau saja harga-harga fleksibel maka depresi, atau penurunan GDP
(dan selanjutnya pengangguran) akan terkoreksi secara otomatis.
Kemungkinan
Kekurangan Produksi. Keadaan sebaliknya, yaitu kekurangan produksi secara umum
juga mungkin terjadi. Kalau para produsen ternyata memutuskan untuk melakukan
investasi dalam jumlah yang lebih besar daripada daya beli yang ditabung oleh
ma syarakat, maka permintaan efektif (oleh sektor rumah tangga dan sektor
produsen) di pasar barang menjadi lena/u besar dibanding dengan nilai output
yang tersedia di pasar. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa besar kecilnya
permintaan efektif (total) sangat tergan tung pada keputusan para konsumen
(rumah tan gga) men genai besar pen geluaran konsumsinya dan keputusan para
produsen men genai besarnya in vest asi yang mereka in gin Iaksanakan dalam
periode tersebut
Mengenai
keputusan pengeluaran konsumsi rumah-tangga, Keynes berpendapat bahwa keputusan
tersebut cukup stabil dan biasanya hanya berubah apabila tingkat pendapatan
rumah-tangga berubah. Menurut ia (dan ini memang didukung oleh kenyataan), yang
sulit diterka adalah perilaku produsen dalam pengeluaran investasinya. Oleh
sebab itu, dalam praktek, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat
menentukan gejolak GDP (dan kesempatan kerja).
Seandainya
pengeluaran investasi yang diinginkan para produsen (investor) ternyata lebih
besar daripada dana yang ditabung oleh sektor rumah-tangga, maka mi berarti bahwa
permintaan efektif lebih besar daripada nilai output yang tersedia. Dalam kasus
kele bihan permintaan efektif ini, berapa besar kelebihan permintaan efektif
dalam periode sekarang akan mengakibatkan kenaikan GDP dan berapa besar akan
mengakibatkan kenaikan harga, tergantung pada tersedianya kapasitas produksi
yang belum terpakai dalam masyarakat. Bila masih cukup banyak kapasitas
produksi (pabrik pabrik) yang belum bekerja secara penuh, maka kelebihan
permintaan efektif tersebut akan mengakibatkan kenaikan produksi (GDP) pada
periode berikutnya tanpa menaikkan harga-harga (atau harga harga mungkin naik
sedikit sekali). Tetapi apabila ternyata bahwa pabrik-pabrik sudah bekerja
secara penuh, maka kelebihan permin taan efektif tersebut tidak bisa diimbangi
dengan kenaikan produksi (GDP), sehingga kelebihan permintaan tersebut akan
diterjemahkan seluruhnya menjadi kenaikan harga-harga atau inflasi.Berikut ini
kita akan melihat secara garis besar kerangka analisis dan teori makro dan
Keynes.
Pasar
Uang
Teori
makro Klasik mempunyai dasar filsafat bahwa perekonomian yang didasarkan pada
sistem bebas-berusaha (laissez faire) adalah self-regulating, artinya mempunyai
kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangannya secara otomatis. OIeh sebab
itu pemerintah tidak perlu campurtangan.
Di
pasar barang sifat self-regulating ini dicerminkan oleh adanya proses yang
otomatis membawa kembali ke posisi GDP yang menjamin full-employment, apabila
karena sesuatu hal perekonomian tidak pada posisi ini. Landasan dan keyakinan ini
adalah
a)
berlakunya Hukum Say yang menyatakan
bahwa: “Supply creates its own demand,” dan
b)
anggapan bahwa semua harga
fleksibel.
1. Di pasar tenaga kerja, dalam jangka
pendek hanya ada pengangguran sukarela. Tetapi pengangguran inipun hanya
bersifat sementara, karena apabila harga-harga turun (termasuk tingkat upah),
maka konsumsi dan produksi akan kembali lagi ke tingkat semula (yaitu tingkat
full employment).
2. Di pasar uang, kaum Klasik mempunyai
Teori Kuantitas, yang menyatakan bahwa permintaan akan uang adalah proporsional
dengan nilai transaksi yang dilakukan masyarakat. Di pasar mi ditentukan
tingkat harga umum; apabila jumlah uang yang beredar (penawaran akan uang) naik
maka tingkat harga pun naik.
Dalam
sistem standar kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat
harga. Di sini kaum Kiasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu
mengendalikan jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi
masyarakat.
Di
dalam sistem standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan
harga. Di sini peranan pemeriniah tidak dianggap perlu. Karena jumlah uang
(emas) yang beredar otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Di
pasar luar negeri, mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan
melalui:
a)
mekanisme Hume, dalam sistem standar
emas, atau
b)
mekanisme kurs devisa mengambang,
dalam sistem standar kertas.
Sementara
itu Campur tangan pernerintah tidak diperlukan. Penjelasan tentang pasar uang
dapt dijelaskan sebagai berikut :
- Pasar uang adalah pertemuan
antara permintaan akan uang dengan penawaran akan uang. Permintaan akan
uang adalali kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk menunjang k giatan
ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah uang yang
disediakan oleh pemerintah dan bank-banl yaitu seiuruh uang kartal dan
uang giral yang beredar.
- Menurut Keynes, permintaan akan
uang bersumber pada 3 macam kebutuhan akan uang: (a) kebutuhan transaksi,
(b) kebutuhan berjaga-jaga dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macan
kebutuhan ini disebut 3 alasan mengapa orang memerlukan uang.
- Permintaan akan uang untuk
transaksi ditentukan oleh(a) vol me output yang ditransaksikan (yaitu GDP
nil) dan (b) tingkai harga umum. Dalam hal mi Keynes tidak berbeda dengan
kaum Klasik, Pasar uang untuk berjaga-jaga relatif kecil.
- Permintaan untuk spekulasi
(yang membedakan teori Key dengan teori Kuantitas) adalah permintaan akan
uang tunai un tuk tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan
“berspekulasi” dalam pasar obligasi (surat berharga). Apabila harga
obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, mak orang akan membeli
obligasi dengan uang tunainya han in un berarti uang tunai yang saat mi ia
ingin pegang (untuk tujual spekulasi) berkurang. Sebaliknya, apabila harga
obligasi diha rapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini
bertambah lebih senang menjual obligasi yang ia pegang memperoleh atau
memegang uang tunai sekarang.
- Hubungan antara harga obligasi
dan tingkat bunga yang berla ku adalah berkebalikan. Harga obligasi naik
sama saja artiny dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga obligasi
turun berarti tingkat bunga naik.
- Bila harga obligasi diharapkan
naik, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah.
Bila harga obliga harapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi saat
ini dengan harga tertinggi.
Kebijaksanaan
Moneter
Kebijakan
moneter adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi
situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum
dari kebijakan moneter yang bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah
dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uang.Dengan mempengaruhi proses
penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi :
- jumlah uang beredar.
- tingkat bunga yang berlaku
dipasar uang. Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi :
- pengeluaran investasi
- tingkat harga (P) dan GDP
Di
sini kita menyoroti mata rantai yang pertama, yaitu antara kebijaksanaan
moneter dengan M Khususnya kita menanyakan tindakan-tindakan apakah yang bisa
dilakukan Pemerintah (bank sentral) untuk mempengaruhi M (uang beredar)
Untuk
menjawab pertanyaan ini kita perlu merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok
mengenai proses penciptaan uang di atas. Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah
uang beredar (Ms) ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
(a)
besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia, dan
(b)
besarnya koefisien pelipat uang,
Kedua,
kita simpulkan bahwa besarnya uang inti dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
(a)
keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit)
(b)
keadaan APBN (surplus atau defisit)
(c)
perubahan kredit langsung Bank Indonesia
(d)
perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Secara
umum kita mengatakan bahwa pemerintah bisa mempengaruhi Ms apabila pemerintah
bisa mempengaruhi nilai pelipat uang dan/atau jumlah uang inti.
Apa
yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi Ms adalah apa yang bisa
dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi variabel-variabel di sebelah kanan
persamaan (8) ini. Man kita lihat satu per satu. Kita sebutkan di atas bahwa u
(= K/Ms) tidak ditentukan oleh pemerintah, tetapi diputuskan oleh masyarakat.
Tetapi sebenarnya pemerintah masih bisa mempengaruhi uang secara tidak
langsung. Misalnya apabila bank-bank pemerintah rneningkatkan bunga yang
dibayar kan untuk deposito atau giro, maka kemugkinan uang menurun (artinya,
orang lebih suka memegang uang giral daripada uang kartal).
Dengan demikian
money multiplier naik dan M naik. Dalam hal ini kita mengatakan bahwa tingkat
bunga untuk deposito dan giro adalah instrumen kebijaksanaan moneter yang bisa
digunakan pemerintah untuk mempengaruhi M lewat U.
Bagaimana
dengan v (= R/D)? Kita singgung di atas bahwa selain itu pemerintah bisa
mempengaruhi v melalui penentuan cash-ratio atau reserve requirement. Apabila
pemerintah ingin mengekang M pemerintah bisa meningkatkan cash-ratio. sehingga
v meningkat, yang selanjutnya akan memperkecil nilai koefisien pelipat uang.
Sebaliknya, cash-ratio bisa diturunkan apabila pemerintah menginginkan untuk
memperbesar M Oleh sebab itu cash-ratio kita katakan pula sebagai suatu
instrumen kebijaksanaan moneter.
Sebenarnya
pemerintah masih bisa mempengaruhi v (jumlah Uang Giral) dengan cara
lain, yaitu dengan mempengaruhi excess reserve yang dipegang bank. Bagaimana
caranya? Satu cara utama adalah dengan mengubah tingkat bunga yang dikenakan
oleh bank sentral atas pinjaman yang diberikannya kepada bank-bank. (Ingat bank
sentral adalah “banknya bank” atau bankers’ bank, artinya ia bisa memberikan
pinjaman kepada bank-bank apabila mereka membutuhkan tam bahan likuiditas).
Untuk pinjaman semacam ini bank-bank harus membayar bunga. Tingkat bunga ini
dikenal dengan nama discount rate.
Apabila
discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess
reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang tak terduga karena cara itu menjadi
terlalu mahal. Akibatnya v (jumlah Uang Giral) meningkat dan
pelipat uang menurun. Sebaliknya, apabila discount rate ( pengurangan
rata-rata) rendah, maka bank merasa cukup aman memegang excess reserve yang
kecil, karena sewaktu-waktu mereka memerlukan dana untuk mengatasi masalah
likuiditasnya mereka bisa memperoleh dana bank sentral dengan biaya murah.
Akibatnya v (jumlah Uang Giral) turun, sehingga pelipat uang meningkat.
Jadi discount rate adalah juga instrumen ke bijaksanaan moneter bagi pemerintah
(bank sentral).
Pemerintah
bisa pula mempengaruhi Ms dengan cara mempengaruhi H (uang inti). Dengan cara:
pemerintah bisa mempengaruhi neraca pembayaran Dengan menggalakkan ekspor
(misalnya, dengan memberi ran sangan ekspor berupa penurunan pajak ekspor atau
pemberian sertifikat Ekspor) dan mengurang impor. (misalnya dengan menaikkan
bea masuk), pemerintah bisa menciptakan surplus neraca pembayaran. ini akan
menambah uang inti yang tersedia di masyarakat, Sehingga Ms meningkat. Jadi
pajak ekspor, Sertifikat Ekspor, bea masuk, adalah instrumen kebijaksanaan
moneter.
Pemerintah
bisa dengan lebih langsung mempengaruhi APBN . Apabila dikehendaki Ms
meningkat, APBN bisa dibuat defisit. baliknya, apabila M dikehendaki turun,
maka APBN harus dibuat surplus. Jadi, APBN adalah juga instrumen kebijaksanaan
moneter. Demikian pula pemerintah bisa mempengaruhi M (uang bereedar) dengan
mengendalikan kredit langsung dan kredit likuiditas bank sentralnya, misalnya
dengan menetapkan batas maksimum yang bisa diberi n (credit ceiling) atau
dengan menaikkan (atau menurunkan) tingkat bunga kredit bank.
Sebenarnya
ada berbagai variasi instrumen lain yang bisa digunakan pemerintah untuk
mempengaruhi Ms lewat baik money multiplier maupun jumlah uang inti. Apa yang
kita sebutkan di atas ada beberapa instrumen-instrumen pokoknya. Kita tidak
bicarakan instrumen-instrumen lain tersebut di sini, karena lebih cocok untuk
bahas dalam Ekonomi Moneter.
KEBIJAKSANAAN
FISKAL
Kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang kedua dibidang pengendalian makro adalah.
Kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang
merupakan alat utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan
keseimbangan makro perekonomiannya. Keduanya sangat erat berkaitan satu
sama lain, sehingga dalam praktek yang sering dijumpai adalah kebijaksanaan
fiskal yang juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan
moneter dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-kebijaksanaan
semacam ini mungkin lebih cocok disebut ‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan
ini diawali mengenai hubungan antara APBN dan kebijaksanaan fiskal. Hal
ini sejalan dengan pengertian umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan
yang dilaksanakan lewat APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan meneliti
apakah pengaruh dan suatu “kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan oleh suatu
struktur APBN tertentu, ter hadap perekonomian. Akhirnya kita akan mengambil
sebuah contoh untuk menunjukkan bagaimana kita bisa memperkirakan pengaruh dan
suatu kebijaksanaan fiskal dengan menggunakan aijabar sederhana.
APBN
DAN KEBIJAKSANAAN FISKAL
Pengaruh
kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu:
(a)
Bagaimana suatu kebijaksanaan uiskal diterjemahkan men jadi suatu APBN dan
(b)
Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Dalam
bagian mi kita akan mengaji tahap (a). Khususnya kita akan membahas makna dan
suatu kebijaksanaan fiskal dilihat dari struktur pos-pos APBN.
APBN
mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat
penerimaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan
uang untuk pelaknaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini
sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaknakan pemerintah
dalam programnya. Untuk tujuan pembahasan.
Dibagian
lain terdiri dan pos utama, yaitu:
- Pengeluaran pernerintah untuk
pembelian barang/jasa,
- pengeluaran pemerintah untuk
gaji pegawainya,
- pengeluaran pemerintah untuk
transfer payments yang ini liputi misalnya, pembayaran subsidi/bantuan
Iangsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun,
pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat.
Semua
pos pada sisi pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi
penerimaan menunjukkan darimana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada
empat sumber utama untuk memperoleh dana tersebut, yaitu:
(a)
pajak (berbagai macam),
(b)
pinjaman dan bank sentral,
(c)
pinjaman dan masyarakat dalam negeri,
(d)
pinjaman dan luar negeri.
Dahulu
pajak adalah satu-satunya sumber untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan. Tidak
ada pajak tidak ada kegiatan pemerintahan. Sekarang, pajak masih merupakan
sumber keuangan negara yang paling penting bagi semua negara di dunia. Namun
bagi pemerintah di negara-negara modern ada bebeapa cara lain untuk memperoleh
dana tambahan. Yang pertama, pemerintah bisa “meminjam” dana dan bank
sentralnya, seperti halnva seseorang mengambil kredit dart bank. Tetapi ada
satu perbedaan penting antara kredit bank sentral kepada pemerintah dengan
kredit bank kepada seseorang atau perusahaan. Perbedaan ini adalah bahwa bank
sentral hanya bisa memberikan kredit dengan jalan menciptakan uang inti
(reserve money). Bank sentral tidak bisa menciptakan uang giral seperti
bank-bank umum biasa, sebab “uang giral” bank sentral.
Dan
penambahan uang inti (L berarti (lewat money multiplier) penambahan jumlah uang
beredar (L OIeh sebab itu dalam ungkapan yang lebih populer, pemberian kredit
bank sentral kepada pemerintah adalah identik dengan pencetakan uang baru.
(Yang lebih tepat sebenarnya adalah penciptaan uang inti baru).
Cara
lain untuk memperoleh dana adalah meminjam dan masyarakat dalam negeni. Caranya
adalah dengan mengeluarkan obligasi dan menjualnya di pasar uang dalam
negeri*). Bila masyarakat (termasuk bank-bank) membeli surat berharga ini maka
pemerintah memperoleh dana yang semula ada di tangan masyarakat (dan sebagai
gantinya, masyarakat memegang obligasi pemerintah). Cara ini disebut open
market operations (operasi pasar terbuka). Biasanya bank sentral bertindak
sebagai “agen” pemerintah dalam melakukan open market operations. Cara ini
hanya bisa dilakukan di negara-negara yang sudah memiliki pasar surat berharga
(bursa efek dan saham) yang sudah maju. Bagi negara-negara sedang berkem bang
pasar semacam itu belum berkembang, sehingga kebijaksanaan open market
operations hanya mempunyai kegunaan yang terbatas. Bagi negara-negara maju,
open market operations adalah suatu cara pembelanjaan keuangan negara yang
sangat penting.
Cara
yang terakhir untuk memperoleh dana adalah dengan meminjam dan luar negeri.
Yang dilakukan di sini adalah “mengambangkan” obligasi pemerintah di pasar uang
luar negeri (misalnya, pemerintah Indonesia telah menjual obligasinya di pasar
uang Hamburg dan Tokyo). Dalam hal mi pemerintah Indonesia menerima dana (dalam
bentuk matauang asing atau “devisa”) dan si pembeli di luar negeri menerirna
surat tanda berhutang (“obligasi”) pemenintah Indonesia (beserta janji kapan
membayar kembali dan dengan bunga beberapa). Cara mi lebih cocok apabila
pemerintah membutuhkan dana dalam bentuk devisa (misalnya, untuk membiayai
kebutuhan impornya).
Cara
di atas adalah untuk memperoleh “kredit komersial” dan luar negeri, yaitu
pinjaman dengan bunga seperti yang berlaku di pasar pada saat itu. Bagi
beberapa negara, kredit komersial mungkin mungkin dirasa cukup berat, dilihat
dan persyaratan pembayaran bunga maupun jangka waktu pengembaliannya. Khusus
bagi negara sedang berkembang tersedia kemungkinan untuk memperoleh “kredit
lunak”, yaitu pinjaman dengan bunga di bawah bunga yang berlaku di pasar uang
dan dengan jangka waktu yang lebih longgar.*)
Pemberi
kredit ini adalah pemerintah negara-negara maju yang memang mempunyai program
untukmembantu pembangunan negara negara berkembang, yaitu negara-negara
“donor”, dan lembaga lembaga keuangan internasional yang bertujuan membantu
negara negara berkembang (seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Dana
Moneter Internasional (IMF), dan sebagainya).
Sebagai
contoh, APBN suatu negara bisa berbentuk seperti berikut: APBN, Negara X,
1981/1982 (dalam Rp milyar), Dari segi pembukuannya, APBN selalu seimbang:
pengeluaran total adalah 2.300 dan penerimaan total juga 2.300. Perubahan
kebijaksanaan fiskal ditunjukkan oleh adanya perubahan jumlah untuk
masing-masing pos. Meskipun jumlah total (pengeluaran dan penerimaan) sama,
kita bisa mempunyai kebijaksanaan fiskal yang berbeda apabila struktur angka-angka
untuk pos-pos APBN berbeda. Dan memang, kita tidak bisa melihat pengaruh dan
suatu APBN hanya dengan melihat nilai totalnya saja. (sebab nilai ini menurut
prinsip akuntansinya harus selalu seimbang). Kita bisa mengatakan bahwa APBN
defisit, surplus atau seimbang dalam arti ekonomis hanya apabila kita meneliti
struktur angka-angkanya.
Ada
beberapa pengertian yang berbeda mengenai apa yang di maksud suatu APBN
defisit, surplus atau seimbang. Masing-masing pengertian mempunyai arti
ekonomis (dan implikasi makro) yang berbeda satu sama lain. Kita harus memilih
pengertian yang sesuai dengan tujuan analisa kita atau dengan problema yang
kita soroti. Contoh di atas (dengan kriteria manapun) menunjukkan situasi APBN
defisit. Pengertian yang “paling ketat” mengatakan bahwa defisit APBN terjadi
apabila seluruh pengeluaran pemerintah tidak bisa dibiayai oleh sumber keuangan
negara yang paling utama, yaitu pajak. Dalam contoh di atas, pengeluaran total
adalah 2.300 sedang penerimaan pajak hanya 1.200, jadi terjadi defisit (dalam
pengertian ini) sebesar 1.100.
Pengertian
defisit yang kedua dan yang “kurang ketat” mengatakan bahwa APBN defisit
apabila penerimaan pajak plus pinjaman pemerintah dan masyarakat dalam negeri
tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dalam contoh di
atas, pajak plus pinjaman mi berjumlah 1.400, sehingga terjadi defisit (dalam
pengertian ini) sebesar 900.
Mengapa
pinjaman dan masyarakat dalam negeni dianggap sebagai sumber dana yang “wajar”?
Pertama, karena ini adalah pinjaman pemerintah terhadap warganya sendiri,
sehingga ada perasaan bahwa pinjaman ini “wajar”. Alasan kedua, yang secara
ekonomis lebih penting, adalah bahwa pinjaman semacam ini tidak menambah jumlah
uang beredar di dalam negeri, karena dana yang diperoleh pemerintah adalah dana
yang sebelumnya ada di ta ngan masyarakat (yaitu, hanya terjadi pengalihan hak
penggunaan dana yang tersedia). Ciri ini mempunyai implikasi penting bagi
pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian (seperti yang akan kita
bahas nanti).
Pengertian
yang paling “lunak” mengenai defisit APBN menga takan bahwa defisit APBN hanya
terjadi apabila pajak + pinjaman dan masyarakat dalam negeri + pinjaman dan
luar negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah.
Dengan lain perkataan, defisit APBN terjadi apabila pemerintah harus meminjam
dan bank sentral atau, secara populer, harus men cetak uang baru untuk
membiayai pengeluarannya. Dalam contoh di atas, defisit menurut pengertian ini
adalah 300.
Berbagai
pengertian mengenai APBN surplus dan seimbang juga bisa digolongkan sejalan
dengan pengertian mengenai defisit di atas. Kesimpulan umum mengenai uraian
kita sampai saat mi adah bahwa kita harus berhati-hati dan mempunyai konsepsi
jelas mengu nai pengertian mana yang kita maksud apabila kita mengatakan te
jadi defisit atau surplus APBN. Selain itu jelas pula dan uraian di atas bahwa
cara membiayai pengeluaran pemerintah menentukan sekali akibat APBN terhadap
perekonomian. Bermacam-macam pengeluaran sangat menentukan pula pengaruh APBN
terhadap perekonomian Hanya melihat angka “total”nya saja, kita tidak bisa
menilai konsekuensi APBN bagi perekonomian.